“Dimana… dimana … dimana…… kemanaaaa……. kuharus mencari dimana…..” potongan lagu ayu ting ting alamat palsu yang belakangan ini santer didengar di semua media massa, sepertinya menjadi representative dari perasaan rakyat Indonesia terhadap kata “dimana”. Kata dimana menunjukkan kegiatan untuk menemukan sesuatu, jika dalam lagu alamat palsu maka kata dimana menunjukkan alamat yang tidak jelas, sementara jika kata dimana di dekatkan dengan konteks politik maka kata dimana bisa saja merupakan pencarian pada “dimana” tujuan politik Indonesia, kegiatan menemukan dalam kata “dimana” dalam lagu alamat palsu sebenarnya secara langsung mengacu pada pencarian tentang sesuatu yang tidak lagi berjalan, seperti “kekasih tercinta tak tahun kemana lama tak datang ke rumah”, pencarian terhadap sesuatu dalam konteks lagu alamat palsu sebenarnya adalah sebuah usaha untuk menemukan kembali sesuatu yang tidak lagi berjalan. Tulisan ini bertujuan untuk melihat lagu ayu ting ting “alamat palsu” dalam segi realitas politik Indonesia yang tidak tak tahu “rimbanya”,juga tulisan ini tidak sedang menjelaskan dimana dan mau kemana politik di negeri ini namun sebagai pemunculan awal tentang diskursus politik saat yang hanya ditafsirkan sebagai pemilu.
Lagu dan kesepakatan bawah sadar
Sejak di rilis pada tahun 2007 tidak ada yang memperhatikan lagu ayu ting ting, seperti artis lainnya yang tiba tiba saja ngetop ayu ting ting sontak terkenal di paruh terakhir tahun 2011, ada rentan tahun empat tahun sampai lagu ini terkenal dan dinyanyikan banyak orang, pertanyaan ini bisa saja berkembang menjadi bagaimana lagu ini bisa menarik banyak orang? Seperti apa konteks sosial lagu ini ketika pertama kali dinyanyikan dan kemudian menjadi popular empat tahun kemudian?
Ketika ditanya mengapa kamu menyukai music tertentu dan tidak menyukai music lainnya maka jawaban yang mungkin saja kita terima adalah “karna lagu ini mewakili perasaan saya” atau “lagu ini mengingatkanku tentang sebuah kejadian yang memilukan bagi saya”. Disini kita bisa mengembangkan pemahaman awal kita tentang music dimana music mampu mewakili perasaan dan membangkitkan kenangan, tentulah pemahaman ini masih lemah tapi secara sederhana kita bisa melompat dari argument ini bagaimana music mewakili kenangan atau perasaan?.
Dalam pemahaman sosial kesepakatan bisa saja terekspresi dalam saluran yang terartikulasi namun juga bisa terwakili dalam sesuatu yang tidak disadari namun terekpresikan. Dalam pemahaman ini orang orang cenderung menyanyikan potongan lagu dalam cara mereka sendiri, seperti saat mencari barang yang lupa di taruh dimana dan menyanyikan potongan lagu dimana… dimana…. Dimana… sambil mencari barang yang tidak tahu kemana rimbanya, atau sekedar menyanyikan dimana.. dimana… dimana….. setelah itu stop, dalam sebuah lagu terkadang orang hanya menghafalkan sesuatu yang terkadang mewakili perasaanya dan membuang potongan lagu lainnya yang sama sekali tidak mewakilinya, lebih jauh lagi kita bisa melihat potongan lagu sebagai sebuah ekpresi yang tidak terartikulasi dengan baik, sehingga dindendangkan begitu saja kadang tanpa sadar.
Bila diselami lebih dalam potongan lagu dimana…. Dimana… dimana…. merupakan sebua perlambang dari ketidaktahuan, kegalauan atau kebuntuan yang dihadapi seseorang dengan sebuah masalah. Jika kita memahami ini dengan kritis maka kita bisa melihat sejauh mana kegalauan masyarakat dapat diukur dari seberapa banyak orang yang mendendangkan lagu dimana.. dimana.. dimana. Lagu di sini dipahami sebagai sebuah perwakilan dari perasaan yang sementara ini dirasakan baik sadar maupun tidak sadar sebagai sebuah tindakan dari masalah yang sedang dihadapi. Di bagian ini kita menghadapi kondisi yang sama yakni kegalauan.
Dimana dan kemana: politik identitas yang galau
Jiaka lagu ayu ting ting terbit tiga tahun setelah pemerintahan SBY dan ngetop di akhir tahun kedua pemerintahan SBY jilid dua, bukan hanya ayu tingting yang galau mencari dimana, perpolitikan di Indonesia juga sedang resa mencari dimana dan kemana arah politik Negara ini, ketidak jelasan ini menimpah hampir semua tingkatan hirarkis sosial Indonesia mulai dari presiden sampai RT, ketidak jelasan dalam menghadapi kondisi realitas ini terartikulasi kedalam pemahaman masyarakt tentang dimana dan dimana kemana dan kemana. Jika dalam konteks politik dimana.. dimana … tujuan politik negeri ini, kemana kemana mesti mencari arahnya, jika dalam konteks perwakilan rakyat, dimana .. dimana… mesti mewakili kemana mencari tender bagaimana mencari tender serta bagaimana mencari lading korupsi, dalam konteks masyarakat mikin kota dimana.. dimana.. bisa di terjemahkan kemana mesti mencari beras.. bagaimana mencari kehidupan. Seperti sebuah demam Negara ini diserang demam “dimana” yakni sebuah kondisi dimana ketidak jelasan merasuki semua sendi sendi kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga tujuan politik sebagai pemecahan masalah sekaligus cara untuk memecahkan masalah malah menjadi hilang. Jika di terjemahkan secara kritis maka pertanyaannya adalah dimana akar masalah negeri ini sampai sampai kita malah pusing mau kemana kita?.
Yang menarik dari lagu ayu ting ting adalah lagu ini pertama kali di luncurkan dan popular dalam waktu yang berbeda, jika lagu iwan fals di luncurkan maka sontak lagu itu menjadi popular, namun itu tidak sama dengan lagu ayu ting ting lagu ini malah popular empat tahun kemudian. Jika dilihat lebih teliti maka lagu ini malah di luncurkan dan popular di periode pertengahan dari pemerintahan SBY jilid satu dan dua periode dimana masa menunggu malah menjadi kegalauan, namun puncak dari semua ini adalah pertengahan periode kedua dari dua periode pemerintahan SBY rakyat ini mulai sadar kemana arah pemerintahan negeri ini namun masing masing orang menerjemahkan kegalauan ini dengan caranya masing masing, kegalauan ini tidak diterjemahkan secara kritis sebagai sebuah implikas dari tidak jalannya perpolitikan dengan sehat sehingga setiap orang mulai galau, namun mengapa kita cenderung menafsirkan kegalauan ini dengan cara yang berbeda dan tidak jarang saling menuding siapa penyebab semua masalah ini?.
Media, dan tontonan
Media merupakan sebuah bagian dari system kapitalisme yang menggurita, tujuan dari sebuah media adalah bagaimana mengolah sebuah fakta menjadi isu yang sama sekali berbeda dan dangkal serta menggiri pemahaman pengkonsumsi media kedalam frakmen frakmen yang seolah berbeda, pada tingkatan ini media memainkan sedemikian rupa peran masyarakat sebagai sebuah penonton, dimana sebuah kejadian ditafsirkan sebagai sesuatu yang diluar dari masalah pembaca. Bagaimana kemacetan dari demonstrasi dibuat sedemikian rupa berbeda dari masyarakat yang tidak berdemo dan akhirnya menciptakan fragmentasi kau, dia, kami, mereka dll. Media sedemikian rupa menciptakan framentasi dan kelas kelas menjadi sangat subtil, selain itu media terkadang menciptakan ketakutan-ketakutan yang diramu sedemikian rupa hingga kita bahkan tidak jarang melihatnya sebagai sesuatu yang terpisah satu dengan yang lainnya, media menekan ruang ruang resistensi menjadi ruang keluarga lebih tepatnya di depan TV bagaimana kita marah pada politisi dan koruptor hanya di depan TV, bagaimana kita berapi-api dalam menolak pemerintahan yang korup hanya di warung kopi, atau bagaimana kita memaki dengan sejadi-jadinya di status jejaring sosial. Sederhananya media mengubah perlawanan kita kedalam sebuah ruang tontonan yang selama ini hanya menjembatani realitas yang palsu.
Media menekan perlawan masyarakat kedalam ruang-ruang kecil dalam kehidupan dan juga menyelesaikannya ke dalam ruang ruang kecil itu saja. Sampai disini kita berhadapan pada kegalauan yang berhasil di frakmentasikan kedalam ruang ruang kecil dan sedemikian rupa diciptakan menjadi ruang yang terpisah, sehingga tidak heran jika semua orang atau kelompok berteriak dimana dan kemana untuk menunjukkan kegalauan yang sedang di hadapi seperti kegalauan ayu ting ting tentang kemana dimana mencari kekasih tercinta tanpa mau menerjemahkan semuanya ke dalam sesuatu yang lebih radikal.. Bagaimana mengembangkan dan menarik kembali keresahan ke ruang sosial yang lebih besar adalah sebuah tugas yang masih mesti di pikirkan bersama. Hehehehhehe. Monggo mari memulai. Kwkwkw.
0.000000
0.000000